Ini akan menjadi salah satu post berbahasa Indonesia dari sekian banyak post saya sebelumnya dalam Bahasa Inggris. Bukan sombong bukan congkak, but I do feel I write better in English. (tuh kan balik lagi =p) Dan sebenarnya, saya ingin sekali kuliner Indonesia bisa dikenal dan dinikmati juga oleh foodies di luar Indonesia. Itu salah satu alasan utama saya. Alasan lain, saya memang bisanya Inggris saja, haha. Alasan terakhir, kalau saya pake Hokkian situ bisa keblinger.
Nah dalam perjalanan saya menyusuri Bali beberapa kali terakhir, saya selalu menyempatkan diri untuk menikmati sate yang satu ini. Rasanya sangat khas, dan sulit saya lupakan. Terletak di Jalan Patih Jelantik, masih seputaran Kuta, sate ini sudah ngebul mulai pagi sampai sore. Ini penampakannya.
Daging yang empuk dan juicy, dibalut dalam bumbu rempah yang wangi. Plus siraman sedikit pedas rawit pada kulit terluarnya. Satu porsi saya jamin tidak cukup. Saat itu pun saya menghabiskan dua porsi back to back dan masih nagih. Benar-benar nendang rasanya. Untung diingatkan oleh teman-teman kalau setelah itu masih akan menyambangi resto lain. Hehe.
Yang masih menjadi misteri untuk saya adalah daging apa gerangan ini? Kalau teman-teman yang asal Bali bilang dari dulu mereka menyebutnya Sate Penyu. Tapi dalam benak saya, daging penyu itu enggak murah loh. Kenapa saya tau? Ehm, ada teman saya yg mantan exportir tapi sudah tobat kok. Suer. Tidak mungkin rasanya melihat harga per porsinya yang cukup ekonomis, hanya Rp. 10.000,- saja.
Lalu pada kesempatan kali ini saya beranikan bertanya pada sang
Entahlah. Babi. Penyu. Celeng. Saya pegang prinsipnya trio Kwik, Kwek, Kwak saja "Makanlah selama makanan itu enggak makan balik."
Salam,
Fellexandro Ruby
Babivora (Pemakan Babi Segala Jenis), Food Blogger & Photographer
Cemal-cemil tweet saya di @wanderbites